Jumat, 01 November 2013

Makalah Kewarganegaraan | Masalah Perbatasan NKRI dan Upaya Penanggulangannya

BAB I
PENDAHULUAN

1.1       Latar Belakang
Wilayah perbatasan yang meliputi wilayah daratan dan perairan merupakan manifestasi kedaulatan suatu negara. Letak strategis wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI]) yang berada diantara dua benua yaitu benua Australia dan benua Asia serta diapit oleh dua samudera yaitu samudera Hindia dan Samudera Pasifik merupakan kawasan potensial bagi jalur lalu-lintas antar negara. Disamping itu Indonesia merupakan negara kepulauan (Archipelagic States) yaitu suatu negara yang terdiri dari sekumpulan pulau-pulau, perairan yang saling bersambung (Interconnecting Waters) dengan karakteristik alamiah lainnya dalam pertalian yang erat sehingga membentuk satu kesatuan.
Masyarakat Indonesia khususnya para generasi muda  diharapkan mengambil peran kepeloporan untuk mengembangkan sains dan teknologi serta industri kemaritiman yang hingga saat ini masih jauh dari ideal. Pengembangan ke arah tersebut kerapkali terkendala oleh perpspektif keliru dalam memandang karakteristik yang muncul dari kemaritiman Indonesia. Contohnya, laut dan sungai kerapkali dilihat sebagai penghalang yang harus diatasi, padahal laut dan sungai merupakan penghubung dan pemersatu antar pulau. Perspektif keliru inilah yang pertama harus dipecahkan oleh pemuda Indonesia karena telah banyak dianut oleh para pengambil kebijakan di republik ini.


1. 2.    Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini berdasarkan permasalahan di atas adalah sebagai berikut.
         Mengetahui kondisi wilayah perbatasan Negara Kesatuan Republik Indonesia
         Mengetahui kendala dalam menjaga keutuhan wilayah perbatasan NKRI
         Mengetahui makna keutuhan bangsa dan NKRI
         Mengetahui peran arsip dalam mengawal keutuhan wilayah NKRI
         Mengetahui peran serta pemuda dalam menjaga keutuhan NKRI

BAB II
PEMBAHASAN


2.1.      Kondisi Wilayah Perbatasan Negara Kesatuan Republik Indonesia
Indonesia yang terletak di benua Asia bagian Tenggara (Asia Tenggara) pada  koordinat   6°LU - 11°08'LS dan dari 95°'BB - 141°45'BT, melintang di antara benua Asia  dan Australia/Oseani serta antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia (terbentang sepanjang 3.977 mil). Karena letaknya yang berada di antara dua benua, dan dua   samudra, ia disebut juga sebagai Nusantara (Kepulauan Antara).
Sebagai negara kepulauan Indoneia memiliki ±17.505 pulau yang tersebar diseluruh wilayah Indonesia dengan perbandingan luas daratan dan perairan yaitu 1:3. Dengan jumlah pulau yang banyak ternyata menimbulkan berbagai pemasalahan seperti kaburnya batas-batas wilayah negara (sengketa pulau sipadan-ligitan, sengketa blok Ambalat), penyelundupan barang dan jasa, pembalakan liar (Illegal Logging), Perdagangan manusia (Traffic King), Terorisme, maraknya kejahatan trans nasional (Transnational Crimes) serta eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam. Selain permasalahan diatas masih terdapat kekurangsigapan Pemerintah RI dalam menjaga integritas wilayah kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) indikasinya adalah terhadap +/- 17.505 pulau yang dipublikasikan selama ini belum didukung oleh data secara resmi mengenai nama dan posisi geografisnya. Terlebih, informasi tentang data pulau-pulau hingga saat ini berbeda-beda antara satu lembaga dengan lembaga lainnya. LIPI menyebutkan ada 6.127 nama pulau pada tahun 1972, Pussurta (Pusat Survey dan Data) ABRI mencatat 5.707 nama pulau pada tahun 1987, dan pada tahun 1992, Bakosurtanal menerbitkan Gazetteer nama-nama Pulau dan Kepulauan Indonesia sebanyak 6.489 pulau yang bernama. Perbedaan data tersebut mencerminkan bahwa Indonesia masih lemah dalam pengelolaan wilayah lautnya, karena dari 17.508 pulau yang diklaim Indonesia hanya beberapa persen saja yang sudah memiliki nama.
Sebagai negara berdaulat, Indonesia harus segera mendepositkan data-data pulau yang dimiliki sebagai bukti atau arsip negara. Hal ini penting mengingat bahwa, pulau-pulau yang telah didepositkan akan menjadi salah satu acuan atau landasan Indonesia dalam menyelesaikan sengketa perbatasan.
Luas daratan Indonesia adalah 1.922.570 km² dan luas perairannya 3.257.483 km². Pulau terpadat  penduduknya adalah pulau Jawa, dimana setengah populasi Indonesia hidup. Indonesia terdiri dari 5 pulau besar, yaitu: Jawa dengan luas 132.107 km², Sumatra dengan luas 473.606 km², Kalimantan dengan luas 539.460 km², Sulawesi dengan luas 189.216   km², dan Papua dengan luas 421.981 km². Batas wilayah Indonesia searah penjuru mata angin, yaitu:
         Utara: Negara Malaysia, Singapura, Filipina, dan Laut China Selatan
         Selatan: Negara Australia, Timor Leste, dan Samudera Hindia
         Barat: Samudera Hindia
         Timur: Negara Papua Nugini, Timor Leste, dan Samudera Pasifik
Beberapa permasalahan yang menonjol di daerah perbatasan adalah sebagai berikut:
1.      Belum adanya kepastian secara lengkap garis batas laut maupun darat.
2.      Kondisi masyarakat di wilayah perbatasan masih tertinggal, baik sumber daya manusia, ekonomi maupun komunitasnya.
3.      Beberapa pelanggaran hukum di wilayah perbatasan seperti penyelundupan kayu /illegal logging, Illegal fishing, perdagangan manusia (Traffick King), penyelundupan narkoba dan lain-lain.
4.      Pengelolahan perbatasan belum optimal, meliputi kelembagaan, kewenangan maupun program.
5.      Eksploitasi sumber daya alam secara ilegal, terutama hasil hutan dan kekayaan laut.
6.      Lemahnya kualitas dan profesionalisme aparatur negara (stake holders) baik di pusat maupun di daerah.

2.2.      Masalah Perbatasan Indonesia
            Indonesia memiliki wilayah perbatasan dengan 10 negara, baik perbatasan darat maupun perbatasan laut. Batas darat wilayah Republik Indonesia bersinggungan langsung dengan negara-negara Malaysia, Papua New Guinea, dan Timor Leste.
Perbatasan darat Indonesia tersebar di tiga pulau, empat provinsi dan 15 kabupaten/kota yang masing-masing memiliki karakteristik berbeda-beda. Sedangkan wilayah laut Indonesia berbatasan dengan 10 negara, yaitu India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Republik Palau, Australia, Timor Leste, dan Papua New Guinea.
Di antara wilayah-wilayah yang berbatasan dengan negara tetangga, terdapat 92 pulau-pulau kecil. Ada 12 pulau-pulau kecil yang menjadi prioritas pengelolaan karena mempunyai nilai yang sangat strategis dari sisi pertahanan keamanan dan kekayaan sumber daya alam. 12 Pulau-Pulau Kecil Terluar (PPKT) tersebut adalah Pulau Rondo di NAD, Pulau Berhala di Sumatera Utara, Pulau Nipa dan Sekatung di Kepulauan Riau, Pulau Marampit, Pulau Marore dan Pulau Miangas di Sulawesi Utara, Pulau Fani, Pulau Fanildo dan Pulau Brass di Papua, serta Pulau Dana dan Batek di Nusa Tenggara Timur.
Kawasan-kawasan perbatasan tersebut memegang peranan penting dalam kerangka pembangunan nasional. Kawasan perbatasan dalam perkembangannya berperan sebagai beranda Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang merupakan cermin diri dan tolok ukur pembangunan nasional. Kedudukannya yang strategis menjadikan pengembangan kawasan perbatasan salah satu prioritas pembangunan nasional.
Survei mengenai penetapan Titik Dasar atau Base Point telah dilaksanakan oleh Dishidros TNI AL pada tahun 1989 hingga 1995 dengan melakukan Survei Base Point sebanyak 20 kali dalam bentuk survei hidro-oseanografi. Titik-titik Dasar tersebut kemudian diverifikasi oleh Bakosurtanal pada tahun 1995-1997.
Pada tahun 2002, Pemerintah RI menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2002, tentang “Daftar Koordinat Geografis Titik-Titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia”, di mana di dalamnya tercantum 183 Titik Dasar perbatasan wilayah RI. Namun demikian, terlepas dari telah diterbitkannya PP 38 Tahun 2002, telah terjadi perubahan-perubahan yang tentunya mempengaruhi konstelasi perbatasan RI dengan negara tetangga seperti Timor Leste pasca referendum dan status Pulau Sipadan-Ligitan pasca keputusan Mahkamah Internasional.
Di samping itu, patut pula dipertimbangkan untuk melakukan penge-cekan ulang terhadap pilar-pilar yang dibuat pada saat Survei Base Point yang dilakukan pada sekitar 10 tahun lalu. Monumentasi ini perlu dilakukan sebagai bukti fisik kegiatan penetapan yang telah dilakukan serta menjadi referensi bila perlu dilakukan survei kembali di masa mendatang.
Hingga saat ini terdapat beberapa permasalahan perbatasan antara Indonesia dengan negara tetangga yang masih belum diselesaikan secara tuntas. Permasalahan perbatasan tersebut tidak hanya menyangkut batas fisik yang telah disepakati namun juga menyangkut cara hidup masyarakat di daerah tersebut, misalnya para nelayan tradisional atau kegiatan lain di sekitar wilayah perbatasan.
·         RI – Malaysia
o   Kesepakatan yang sudah ada antara Indonesia dengan Malaysia di wilayah perbatasan adalah garis batas Landas Kontinen di Selat Malaka dan Laut Natuna berdasarkan Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Malaysia tentang pene-tapan garis batas landas kontinen antara kedua negara (Agreement Between Government of the Republic Indonesia and Government Malaysia relating to the delimitation of the continental shelves between the two countries), tanggal 27 Oktober 1969 dan diratifikasi dengan Keppres Nomor 89 Tahun 1969.
o   Berikutnya adalah Penetapan Garis Batas Laut Wilayah RI – Malaysia di Selat Malaka pada tanggal 17 Maret 1970 di Jakarta dan diratifikasi dengan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1971 tanggal 10 Maret 1971. Namun untuk garis batas ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) di Selat Malaka dan Laut China Selatan antara kedua negara belum ada kesepakatan.
o   Batas laut teritorial Malaysia di Selat Singapura terdapat masalah, yaitu di sebelah Timur Selat Singapura, hal ini mengenai kepemilikan Karang Horsburgh (Batu Puteh) antara Malaysia dan Singapura. Karang ini terletak di tengah antara Pulau Bintan dengan Johor Timur, dengan jarak kurang lebih 11 mil. Jika Karang Horsburg ini menjadi milik Malaysia maka jarak antara karang tersebut dengan Pulau Bintan kurang lebih 3,3 mil dari Pulau Bintan.
o   Perbatasan Indonesia dengan Malaysia di Kalimatan Timur (perairan Pulau Sebatik dan sekitarnya) dan Perairan Selat Malaka bagian Selatan, hingga saat ini masih dalam proses perundingan. Pada segmen di Laut Sulawesi, Indonesia menghendaki perundingan batas laut teritorial terlebih dulu baru kemudian merundingkan ZEE dan Landas Kontinen. Pihak Malaysia berpendapat perundingan batas maritim harus dilakukan dalam satu paket, yaitu menentukan batas laut teritorial, Zona Tambahan, ZEE dan Landas Kontinen.
o   Sementara pada segmen Selat Malaka bagian Selatan, Indonesia dan Malaysia masih sebatas tukar-menukar peta illustrasi batas laut teritorial kedua negara.
·         RI – Thailand
o   Indonesia dan Thailand telah mengadakan perjanjian landas kontinen di Bangkok pada tanggal 17 Desember 1971, perjanjian tersebut telah diratifikasi dengan Keppres Nomor 21 Tahun 1972. Perjanjian perbatasan tersebut merupakan batas landas kontinen di Utara Selat Malaka dan Laut Andaman.
o   Selain itu juga telah dilaksanakan perjanjian batas landas kontinen antara tiga negara yaitu Indonesia, Thailand dan Malaysia yang diadakan di Kuala Lumpur pada tanggal 21 Desember 1971. Perjanjian ini telah diratifikasi dengan Keppres Nomor 20 Tahun 1972.
o   Perbatasan antara Indonesia dengan Thailand yang belum diselesaikan khususnya adalah perjanjian ZEE.
·         RI – India
o    Indonesia dan India telah mengadakan perjanjian batas landas kontinen di Jakarta pada tanggal 8 Agustus 1974 dan telah diratifikasi dengan Keppres Nomor 51 Tahun 1974 yang meliputi perbatasan antara Pulau Sumatera dengan Nicobar.
o    Selanjutnya dilakukan perjanjian perpanjangan batas landas kontinen di New Dehli pada tanggal 14 Januari 1977 dan diratifikasi dengan Keppres Nomor 26 Tahun 1977 yang meliputi Laut Andaman dan Samudera Hindia.
Perbatasan tiga negara, Indonesia-India- Thailand juga telah diselesaikan, terutama batas landas kontinen di daerah barat laut sekitar Pulau Nicobar dan Andaman. Perjanjian dilaksankaan di New Delhi pada tanggal 22 Juni 1978 dan diratifikasi dengan Keppres Nomor 25 Tahun 1978. Namun demikian kedua negara belum membuat perjanjian perbatasan ZEE.
·         RI – Singapura
o   Perjanjian perbatasan maritim antara Indonesia dengan Singapura telah dilaksanakan mulai tahun 1973 yang menetapkan 6 titik koordinat sebagai batas kedua negara. Perjanjian tersebut kemudian diratifikasi dengan Undang-undang Nomor 7 tahun 1973.
Permasalahan yang muncul adalah belum adanya perjanjian batas laut teritorial bagian timur dan barat di Selat Singapura. Hal ini akan menimbulkan kerawanan, karena Singapura melakukan kegiatan reklamasi wilayah daratannya. Reklamasi tersebut mengakibatkan wilayah Si-ngapura bertambah ke selatan atau ke Wilayah Indonesia.
o   Penentuan batas maritim di sebelah Barat dan Timur Selat Singapura memerlukan perjanjian tiga negara antara Indonesia, Singapura dan Malaysia. Perundingan perbatasan kedua negara pada Segmen Timur, terakhir dilaksanakan pada 8-9 Februari 2012 di Bali (perundingan ke-2).
·         RI – Vietnam
Perbatasan Indonesia – Vietnam di Laut China Selatan telah dicapai kesepakatan, terutama batas landas kontinen pada tanggal 26 Juni 2002. Akan tetapi perjanjian perbatasan tersebut belum diratifikasi oleh Indonesia. Selanjutnya Indonesia dan Vietnam perlu membuat perjanjian perbatasan ZEE di Laut China Selatan. Perundingan perbatasan kedua negara terakhir dilaksanakan pada 25-28 Juli 2011 di Hanoi (perundingan ke-3).
Dan masih banyak lagi perjanjian antara negara RI degan negara lainnya . Intinya adalah Negara Indonesia begitu luas dan memiliki begitu banyak wilayah perbatasan. Serta mempunyai perjanjian dan permasalahan yang timbul dengan negara lain .

2.3       Ancaman Masalah Perbatasan Indonesia
   Masalah wilayah perbatasan negara merupakan salah satu persoalan keamanan yang krusial bagi setiap negara berdaulat karena ancaman keamanan dapat datang dari luar dan melalui wilayah perbatasan. Ancaman ini dapat berupa agresi, aktivitas intelijen, blokade, pencurian aset dan sumber daya alam, penyebaran penyakit dan sebagainya. Sebagai negara berdaulat, Indonesia tentunya juga memiliki strategi perbatasan untuk mengantisipasi berbagai potensi ancama yang mungkin terjadi. Awalnya, persoalan pengelolaan wilayah perbatasan negara hanya menjadi salah satu isu sensitif politik dan pertahanan, terutama dalam hal mempengaruhi kerjasama atau ketegangan bilateral antara dua negara yang memiliki wilayah berbatasan langsung.
Seiring dengan perkembangan zaman, sensitivitas isu-isu pengelolaan wilayah perbatasan negara juga menjadi problem multilateral dan bahkan internasional, dimana kemajuan tekonologi dan beroperasinya kepentingan negara dan korporasi yang lintas negara memungkinkan intervensi sejumlah pihak yang lebih luas melalui perbagai mekanisme internasional. Sementara di masa kini, dibutuhkan suatu kemajuan dalam kearifan dan kemampuan mendeteksi ancaman, membangun strategi pengelolaan dan pertahanan serta mengatasi ancaman-ancaman tersebut dengan lebih elegan, konstitusional dan tunduk pada ketentuan-ketentuan internasional. Pilihan pengerahan kekuatan bersenjata pada saat-saat genting dalam sebuah negara modern yang demokratis, termasuk dalam mengatasi persoalan perbatasan; politik; pertahanan negara; memulihkan kembali kondisi damai; mematuhi prinsip non-diskriminasi; dan proporsional.
Persoalan-persoalan terkait wilayah perbatasan Negara meliputi kedaulatan negara, warga negara atau penduduk negara, danwilayah negara. Faktor kedaulatan terkait dengan ancaman terhadap otoritas yang dimiliki negara untuk mengatur dirinya sendiri, memanfaatkan sumber daya alam dan barang buatan sendiri, dan mendapatkan pengakuan (recognition) internasional sebagai sebuah Negara berdaulat. Sehingga segala upaya untuk menghilangkan dan melanggar kedaulatan tersebut harus dipandang sebagai ancaman terhadap negara. Faktor warga negara terkait dengan ancaman atas keselamatan atau jaminan terpenuhinya hak dasar setiap individu.
Sementara faktor wilayah terkait dengan ancaman atas keutuhan wilayah, yang berupa tanah, air dan udara, yang menjadi milik sebuah negara. Ancaman terhadap kedaulatan berarti pula ancaman terhadap hak dasar warga negara dan keutuhan wilayah. Sebaliknya pun demikian, ancaman terhadap hak dasar warga negara merupakan pula ancaman terhadap kedaulatan dan keutuhan wilayah.
Secara umum, berdasarkan pendekatan sumber ancaman, maka ancaman dapat dibagi ke dalam tiga tipe yaitu ancaman internal, ancaman eksternal dan ancaman internal-eksternal. Ancaman internal adalah ancaman yang berasal dari dalam negara, seperti pemberontakan dan konflik komunal. Sementara ancaman eksternal adalah ancaman yang berasal dari luar negara, yang seringkali diidentikan dengan ancaman dari negara lain atau negara musuh. Sementara ancaman internal-eksternal merupakan ancaman yang tidak dapat dipastikan secara tepat sumbernya, seperti serangan terorisme global. Ketiga ranah ancaman tersebut tidak berdiri terpisah satu dengan yang lainnya melainkan saling terkait membentuk jaring-jaring ancaman. Ancaman keamanan di wilayah perbatasan negara Indonesia dapat dibagi ke dalam dua kategori yaitu, ancaman yang berasal dari aktor non-negara dan ancaman yang berasal dari negara. Penyelundupan senjata kecil dan ringan atau small arms & light weapons (SALW) ke daerah-daerah konflik di Indonesia merupakan salah satu contoh penyelundupan yang terjadi di perbatasan Indonesia.

2.4        Upaya Menjaga Keutuhan NKRI
Sebagai negara dengan penduduk yang tersebar dalam pulau-pulau besar maupun kecil, tentu saja terdapat beragamnya harapan, kehendak dan kebutuhannya beraneka macam pula.Pada masa penjajahan, para pahlawan membela dan menjaga keutuhan Indonesia dengan berjuang. Cara berjuangnya bermacam-macam. Ada yang maju berlaga di medan pertempuran. Ada pula yang berjuang lewat pergerakan. Mereka berjuang dengan pikiran, tulisan-tulisan, dan ilmu pengetahuan. Pada masa perjuangan kemerdekaan, dua cara memperjuangkan kemerdekaan Indonesia ini sama-sama tinggi nilainya. Saat ini Indonesia tidak lagi dijajah oleh bangsa asing. Oleh karena itu, kita tidak perlu lagi berperang melawan para penjajah. Meski demikian, tugas kita tidak lebih ringan. Sebab, menjaga kemerdekaan justru lebih berat daripada merebutnya. Bukan penjajah yang akan mengancam keutuhan negara kita. Namun, sangat mungkin diri kita sendiri, putra-putri Indonesia ini. Mungkinkah itu? Sangat mungkin, jika kita tidak berlaku sebagaimana mestinya sebagai bangsa Indonesia. Jika kita salah mengurus negara ini, tidak mustahil kitalah sendiri yang akan menghancurkan negara tercinta ini. Berikut adalah cara-cara yang dapat kita lakukan untuk menjaga keutuhan NKRI.
Adapun cara yang dapat ditempuh untuk menjaga kesatuan atau keutuhan NKRI adalah sebagai berikut :
1.       Strategi Alternatif Penyelesaian Masalah Perbatasan 
Indonesia perlu mengembangkan konsep “Deterrence” atau penangkalan. Dengan adanya deterrence ini diharapakan dapat memberikan dampak psikologis terhadap negara-negara yang akan melakukan serangan militer ke Indonesia atau melakukan tindakan-tindakan lainnya sehingga mereka akan mengetahui efeknya jika mereka berani untuk melakukan pelanggaran terhadap wilayah Indonesia dan jika terjadi serangan balasan (retaliation). Salah satu langkah untuk mewujudkan deterrence tersebut yaitu dengan melakukan modernisasi atau pembangunan kekuatan militer Indonesia.
2.       Pembaharuan ALUTSISTA (alat utama system persenjataan) harus dilakukan, tidak hanya sekedar perawatan persenjataan yang telah ada tetapi kita perlu membeli senjata dan peralatan tempur lainnya yang modern juga memiliki teknologi yang canggih untuk melindungai wilayah NKRI ini.
Kekuatan militer Indonesia terutama di bidang teknologi telah tertinggal jauh. Tetapi jika kita telah memiliki semua peralatan tersebut, kita jangan sampai lupa untuk menjaga atau merawatna sehingga jika sewaktu-waktu dibutuhkan semua peralatan tersebut dapat digunakan dengan lancar. Indonesia terkadang terlalu sering membangun tetapi lupa untuk menjaga atau merawatnya, hal ini diperkuat dengan data alutisista yang hampir 40% yang ada tidak dapat dioperasikan .
Modrenisasi perangkat ALUTSISTA (alat utama sistem persenjataan) dari ketiga Angakata bersenjata (Angkatan Darat(AD), Angkatan Udara(AU) dan Angkatan Laut(AL)) mutlak dibutukan. Keterpurukan yang teradi selama ini dalam menghadapi permasalahan perbatasan, point pentingnya adalah peningkatan, pengadaan serta pembaharuan ALUTSISTA Indonesia yang seharusnya menjadi paling utama. Hal yang sangat berlebihan ketika meminta TNI untuk bekerja optimal tanpa didukung oleh persenjataan yang memadai, pengadaan ALUTSISTA selama ini hanya diberikan 32% dari anggaran departemen pertahanan, sangat kecil untuk pengadaan ALUTSISTA yang memadai khususnya dalam bidang AU dan AL yang secara domestik Indonesia belum memiliki kapasitas untuk mencapai teknologi dalam hal itu atau kemandirian dalam memproduksi ALUTSISTA AU, AL.
3.       Pembangunan ALUTSISTA (ALAT UTAMA SISTEM PERSENJATAAN)
·      Postur Paningkatan Persenjataan Sesuai Dengan Kondisi Geografis
Dengan kondisi geograsi yang selama ini hanya bertumpu pada matra angakatan darat, diubah menjadi matra angkatan laut dan udara, hal ini bertumpu pada hampir 75% wilayah Indonesia adalah perairan, hal ini menjadi sangat rasional dikarenakan indicator konflik perbatasan terjadi di perairan atau di wilayah kelautan dan udara, ini memudahkan juga untuk menghentikan atau preventif tindakan-tindakan kejahatan, sehingga secara pendek kita mengatakan bahwa konflik yang selama ini terjadi dikarenakan postur TNI selama ini hanya pada dataran “historical” seperti perjuangan melawan penjajah yang hanya berlangsung di darat saja, tentunya kesalahan ini menjadi titik bahwa perjuangan yang selama ini hanya berlangsung di darat, hal ini diperkuat dengan data-data telah disebutkan diatas.
Aspek yang selama ini menjadi prioritas TNI adalah pulau-pulau besar yang bedasrkan pada matra angkatan darat, hal ini sangat ironis dan kprespektif yang keliru baik dalam persepsi ancaman dan bentuk geografis, Postur TNI sebagai aparatur menjaga ketahanan kedaulatan negara, kekuatan personil TNI harus proporsional sesuai dengan kebutuhan, contoh ketimpangan yang terjadi adalah kekuatan personil yang ada dengan kondisi geografis indonesi yang luas adalah sekitar, 376.000 dengan 288.000 AD, dan 59.000 AL, dan 28.000 AU.
·      Postur Peningkatan Sesuai Dengan Efisiensi Anggaran Pertahanan Dan Ancaman
Selain itu itu juga aspek kekuatan yang harusnya dibangun adalah menyangkut ancaman ataupun pendekatan berdasarkan kemampuan, sehingga harus ada kombinasi dari kondisi ancaman dan besarnya anggaran dengan ketepatan pembelian ALUTSISTA bentuk ancaman. Untuk mendukung peningkatan ALUTISTA tentunya kita harus melihat bentuk ancaman yang diahadapi, pertama Ancaman Militer, ancaman yang menggunakan kekuatan persenjataan, yang membahayakan kedaulatan negara, seseprti, keutuhan wilayah negara, berupa agresi, pemberontakan bersenjata, spionase, dan agresi.
4.              Menjaga wilayah dan kekayaan tanah air Indonesia
Dulu para pahlawan berperang dan berunding dengan penjajah. Mereka berunding untuk menentukan batas-batas wilayah Indonesia. Hasilnya adalah wilayah Indonesia seperti tergambar pada peta Indonesia saat ini. Wilayah itu tentu tidak hanya berupa wilayah semata, namun meliputi semua kekayaan yang ada di dalamnya. Misalnya penduduk, tumbuh-tumbuhan, hewan, serta kekayaan mineral seperti minyak bumi, emas, batu bara, dan lain-lain. Wilayah dan segenap kekayaan haruslah kita pertahankan dan kita jaga. Sebab di situlah letak kedaulatan Negara kita. Kita tidak boleh membiarkannya diambil atau dirampas bangsa asing atau orang perorangan. Tugas menjaga semua ini memang diserahkan kepada Negara. Namun sebagai warga Negara, kita juga harus turut menjaganya.
5.              Saling menghormati perbedaan
Berdiri di atas perbedaan tersebut meliputi agama, suku, adat istiadat, bahasa daerah dan warna kulit. Semua perbedaan itulah yang jalin-menjalin membangun Indonesia seutuhnya. Agar keutuhan Indonesia tetap terjaga, kita harus menganggap perbedaan itu sebagai anugerah. Kita harus mensyukuri perbedaan yang ada. Cara menjaga perbedaan-perbedaan itu dengan saling menghormati teman yang berbeda agama suku, adat istiadat, bahasa daerah dan warna kulit. Dengan demikian , kita turut menjaga keutuhan negara Indonesia.
6.              Mempertahankan kesamaan dan kebersamaan
Bangsa Indonesia memiliki banyak perbedaan. Akan tetapi, bangsa Indonesia juga memiliki banyak persamaan. Dalam naskah Sumpah Pemuda, kita telah mengikrarkan bahwa kita adalah satu bangsa, bangsa Indonesia. Kita mengakui bahwa kita satu tumpah darah, tumpah darah Indonesia. Kita juga mengakui bahwa kita menjunjung tinggi bahasa persatuan, yaitu bahasa Indonesia. Itulah tiga persamaan pokok yang dimiliki bangsa Indonesia. Selain itu, kita juga memiliki Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Sang Saka Merah Putih. Semua itu adalah lambang pemersatu bangsa. Agar keutuhan Indonesia terjaga, kesamaan tersebut haruslah tetap dijaga dan dipertahankan. Persamaan tersebut semestinya dipertahankan oleh seluruh bangsa Indonesia. Oleh karena itu, kebersamaan antara sesama bangsa Indonesia haruslah terus dilestarikan.
7.              Menaati peraturan
Salah satu cara menjaga keutuhan Indonesia adalah dengan menaati peraturan. Mengapa demikian? Peraturan dibuat untuk mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara. Tujuannya agar Indonesia menjadi lebih baik. Melalui peraturan, Indonesia akan selamat dari kekacauan. Taat kepada undang-undang dan peraturan berlaku bagi seluruh rakyat Indonesia. Peraturan berlaku baik untuk presiden maupun rakyat biasa, baik tua maupun muda, baik yang kaya maupun yang miskin, baik laki-laki maupun perempuan. Presiden juga harus manaati undang-undang dalam mengatur Negara. Presiden menaati undang-undang agar dapat melayani rakyat sebaik mungkin. Rakyat harus membantu pelaksanaan program yang dicanangkan pemerintah. Para wajib pajak harus membayar pajak. Para guru harus menaati undang-undang dengan bersungguh-sungguh mendidik murid-muridnya. Sebaliknya, murid-murid menaati tata tertib sekolah agar menjadi murid yang baik. Dengan menaati peraturan, keberhasilan dalam belajar pun bias diraih. Jika semuanya bertindak sesuai dengan undang-undang, niscaya Indonesia akan jaya untuk selama-lamanya.

BAB III
PENUTUP

3.1.    Kesimpulan
Persoalan bangsa memang tidak dapat segera diselesaikan, tetapi setidaknya dengan membangun kesadaran bagi pemuda, maka peroblem ketahanan nasional memiliki harapan untuk makin diperkokoh.
Cara untuk menjaga keutuhan negara, antara lain:
         Bangga sebagai bangsa Indonesia,
         Menjaga persatuan dan kesatuan wilayah bangsa,
         Menjaga kekayaan budaya dan keragaman suku bangsa dengan saling menghormati perbedaan,
        Menjaga kekayaan alam Indonesia sebagai warisan untuk digunakan generasi bangsa di masa mendatang,
        Menghargai jasa-jasa pahlawan yang telah berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

3.2.    Saran
Negara Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam, hal ini terlihat dari hasil alam yang melimpah. Hal ini lah seharusnya menjadi pendorong dan motivasi bagi masyarakat Indonesia untuk menjaga kekayaan alam yang terdapat di negara kita. Bagi pemerintah agar membuat peraturan-peraturan yang lebih tegas untuk menjaga keutuhan negara Indonesia, khususnya di daerah perbatasan Indonesia dengan daerah-daerah tetangga.
          
DAFTAR PUSTAKA




















0 comments:

  © NUMPANG share template Newspaper Style by pak ELA

Back to TOP